Wednesday, February 5, 2014

Miracle In My Blog




            Desember, di saat musim hujan mulai hadir. Siang ini langit kembali mendung dan semakin mempersuram keadaan hari ini setelah aku mendapatkan kabar bahwa proposal yang diajukan dua minggu lalu kembali ditolak. Rintik-rintik gerimis mulai berjatuhan dari langit. Aku kembali berdiri dari kursi dan menatap langit sambil melihat sekitar halaman sekolah. Lama menunggu Aldi yang tak kunjung datang menjemputku, dengan terpaksa aku menerobos rintik hujan yang semakin deras, aku tidak lagi memikirkan tubuhku yang mulai basah kuyup, aku hanya ingin melindungi tas ini dari guyuran air yang mulai berjatuhan dari langit. Aku tidak mau bila nanti aku terlambat menyerahkan proposal ini, bisa jadi pementasan drama yang akan berlangsung dua minggu lagi tidak akan berjalan karena kurangnya dana yang diberikan dari pihak sekolah. Aku berlari di tengah rintik-rintik gerimis menuju halte bus yang tidak jauh letaknya dari sekolahku.
            Aku berdiri di depan halte menengok kanan dan kiri jalan, berharap ada angkutan umum yang masih kosong. Tidak lama kemudian, sebuah motor berhenti di depanku, ternyata itu adalah Aldi.
            “Maaf lama menunggu, ayo naik sebelum hujan semakin deras,” ajaknya.
            Aku segera masuk ke dalam mobil tanpa mengucapkan sepatah kata pun, aku berharap agar aku bisa sampai tepat waktu.
***
            Sesampainya di sebuah kantor, aku dan Aldi menghampiri meja recepcionist, dan menanyakan keberadaan Ibu Ani.
            “Maaf, Ibu Ani baru saja meniggalkan kantor,” ucapnya.
            Kecewa, itulah yang aku rasakan ketika aku mengetahui bahwa Ibu Ani sudah pergi meninggalkan kantor. Aku tertunduk sedih, begitupula dengan Aldi yang merasa bersalah karena keterlambatannya datang sehingga kami tidak bisa sampai tepat waktu.
            “Oh ya, apa boleh kami menitipkan proposal ini pada Ibu Ani?” tanya Aldi.
            Syukurlah recepcionist itu mengizinkan kami untuk menitipkan proposal. Harapan baru pun sedikit datang. Recepcionist itu terlihat sibuk menulis sambil sesekali mengangkat telepon masuk.
            “Mbak, saya letakan di sini ya Mbak, terima kasih,” Kata Aldi sambil menggeser proposal lebih dekat lagi ke arah recepcionist yang sedang sibuk itu.
***
            Saat aku bersama teman-temanku yang sedang sibuk menyiapkan pementasan. Tiba-tiba Handphone-ku berdering.
            Walaikumsalam, maaf dengan siapa?” tanyaku.
            Aku terkejut saat aku mendapat kabar dari sekertaris Ibu Ani, bahwa Ibu Ani masuk ke rumah sakit. Tidak cukup dengan pernyataan itu, aku juga kembali terkejut sekaligus tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada semua teman-temanku, bahwa Ibu Ani tidak bisa menjadi sponsor dikarenakan kondisinya saat ini. Aku kira semuanya akan berjalan lancar setelah satu hari yang lalu Ibu Ani menyatakan kesediaannya untuk menjadi sponsor pementasan kami, tapi kenyataan berkata lain, aku hanya bisa pasrah dan berdoa semoga Ibu Ani bisa sembuh dari penyakitnya dan berharap akan ada jalan lain untuk menghadapi ini semua.
            Dengan terpaksa aku mengatakan hal ini kepada semua teman-temanku. Kekecewaan terlihat pada mereka saat aku mengatakan hal ini. Aku sendiri juga merasa kecewa, karena sebagai ketua pelaksana aku tidak bisa menjalankan tugasku dengan baik. Beberapa orang justru mencaciku dengan kata-kata yang tidak enak didengar.
            “Dari awal sebaiknya kita memang tidak usah mengadakan acara ini, pihak sekolah saja tidak sepenuhnya mendukung kegiatan ini. Wajar saja pihak luar banyak yang menolak proposal yang diajukan,” ucap salah satu temanku.
            Sepertinya apa yang diucapkannya memang ada benarnya, wajar saja pihak sekolah tidak terlalu mendukung, karena ekstrakulikuler ini baru berjalan dua tahun belakangan ini dan belum banyak peminatnya. Selain itu, aku mengerti dengan keluhan yang disampaikan salah satu temanku, aku hanya menganggap itu hanya ucapan sesaat karena dalam keadaan emosi. Beberapa temanku yang lain mengusulkan mengumpulkan uang dari masing-masing anggota demi kelangsungan pementasan ini.
            Setelah kami mengumpulkan uang dan menghitungnya, uang yang kami kumpulkan masih belum cukup. Sejenak aku menghela nafas dan duduk di samping Aldi. Melihat Aldi sedang bermain laptop, kemudian aku meminjamnya. Di saat merasa sedih, seperti biasa aku meluangkan sedikit waktu untuk menuangkan keluh kesahku di blog. Aku menuangkan segala kejadian yang sedang terjadi belakangan ini. Dalam kepasrahan aku tidak bisa berbuat banyak.
***
            Dua hari menjelang pementasan, kami berkumpul bersama, dan semakin sibuk mempersiapkan pementasan walaupun dengan  seadannya. Handphone-ku yang berada di tas kembali berbunyi dan aku malas untuk mengangkatnya. Aldi kemudian menyuruhku untuk mengangkat telepon tersebut, namun aku menolaknya dan justru meminta tolong kepada Aldi untuk mengangkat telepon tersebut. Aldi tersontak gembira dan membuat kami semua yang sedang sibuk, berhenti dengan aktivitas yang kami lakukan dan menoleh ke arah Aldi. Kemudian Aldi menyerahkan Handphone tersebut kepadaku.
***

           
            Lagu tersebut mengakhiri pementasan drama ini dan semua cerita panjang dan sulit yang terjadi sebelum pementasan. Pementasan drama dapat berjalan dengan lancar dan mendapat sambutan yang baik dari semua orang yang hadir menyaksikan acara kami. Tulisan yang aku muat di blog dan beberapa potongan naskah drama yang aku posting tidak sengaja dilihat oleh seseorang yang sekarang menjadi sponsor acara ini. Aku berharap dengan adanya acara ini aku bisa memajukan ekstrakulikuler ini dan aku juga bersyukur karena semua ini berkat karunia-Mu karena aku percaya disetiap kesulitan selalu ada jalan lain untuk mendapatkan kemudahan.