“Bukan aku yang salah….,“ teriaknya
sambil menangis tersedu-sedu mengatakan
bahwa memang bukan dia yang bersalah. Namun Ibunya justru terus
memarahinya dan memukulnya dengan sebuah gagang sapu yang ada di genggaman tangannya.
“Ibu tidak akan berhenti memukulmu sebelum kamu mengakuinya.”
Dea yang masih belasan tahun sering menerima
siksaan dari Ibunya, Pukulan demi pukulan terus ia terimannya, tangisannya pun
semakin pecah, air matanya terus menetes hingga matanya tampak membengkak
karena tanpa berhenti ia menangis terus.
“Ini yang terakhir kalinya, Ibu
tanyakan kepadamu!.“
Ibunya kembali bertanya pada Dea yang
berada tepat di bawah kaki Ibunya dengan
wajah yang amat begitu marah. Semakin lama Dea semakin takut, akhirnya ia
mengatakan kepada Ibunya bahwa ia yang bersalah. Ibunya kemudian menyeretnya ke
gudang yang berada di ujung ruangan dan menguncinya ke dalam ruangan tersebut.
Tangannya terus memukul pintu dan
terus berteriak dengan sedihnya agar pintu tersebut dibukakan.
“Mah, aku mohon tolong bukakan pintu
ini, aku minta maaf..,” dengan rasa kecewanya ia meminta maaf kepada Ibunya
sambil terus menangis.
Namun, sayang Ibunya tak
menghiraukanya sedikit pun. Kekesalanya sepertinya sudah sampai pada puncaknya
hingga Ibunya tidak mau memaafkan anaknya sendiri. Di mata Ibunya Dea lah yang
selalu salah, dan hukuman yang seperti itulah yang tepat untuk membuatnya jera.
Setelah Ibunya pergi meninggalkanya,
Ibunya duduk di sebuah kursi kecil yang berada tidak jauh dari gudang tempat
Dea dikurung. Ibunya perlahan menarik nafas untuk sedikit meredakan amarahnnya,
ia tahu bahwa sebenarnya apa yang telah dilakukanya tersebut adalah salah, tapi
bagaimana lagi menurutnya cara itulah yang lebih pantas ia lakukan daripada
mendiamkanya dan tak memarahinya.
Tiba-tiba adiknya yang masih kecil
datang sambil berlari menemui Ibunya sambil menjulurkan tangannya dan
memberikan sebuah dompet . Ibunya langsung terbangun dari kursinnya kemudian
berjalan kembali menuju gudang tempat dimana Dea dikurung. Suara tangisan Dea
sudah tak terdengar saat Ibunya ingin membukakan pintu, dan saat pintu dibuka
ia melihat anaknya tertidur dilantai.
“Dea banguuun, Ibu memaafkan mu…..,”
namun tak ada jawabnnya.
“Ibu sudah menemukannya, Dea..bangunn……”
sambil menyentuh tubuh Dea yang berbaring di lantai, namun sekali lagi Dea
tidak memberikan respon apapun.
Tersadar bahwa anaknya tidak terbangun,
ia angkat tubuh anaknya dari tempat tersebut ,sambil menggendongnya dengan rasa
menyesal ia pergi meninggalkan rumah.
No comments:
Post a Comment