Desember, di saat musim hujan mulai
hadir. Siang ini langit kembali mendung dan semakin mempersuram keadaan hari
ini setelah aku mendapatkan kabar bahwa proposal yang diajukan dua minggu lalu
kembali ditolak. Rintik-rintik gerimis mulai berjatuhan dari langit. Aku
kembali berdiri dari kursi dan menatap langit sambil melihat sekitar halaman
sekolah. Lama menunggu Aldi yang tak kunjung datang menjemputku, dengan
terpaksa aku menerobos rintik hujan yang semakin deras, aku tidak lagi
memikirkan tubuhku yang mulai basah kuyup, aku hanya ingin melindungi tas ini
dari guyuran air yang mulai berjatuhan dari langit. Aku tidak mau bila nanti
aku terlambat menyerahkan proposal ini, bisa jadi pementasan drama yang akan
berlangsung dua minggu lagi tidak akan berjalan karena kurangnya dana yang
diberikan dari pihak sekolah. Aku berlari di tengah rintik-rintik gerimis
menuju halte bus yang tidak jauh letaknya dari sekolahku.
Aku berdiri di depan halte menengok
kanan dan kiri jalan, berharap ada angkutan umum yang masih kosong. Tidak lama
kemudian, sebuah motor berhenti di depanku, ternyata itu adalah Aldi.
“Maaf lama menunggu, ayo naik
sebelum hujan semakin deras,” ajaknya.
Aku segera masuk ke dalam mobil
tanpa mengucapkan sepatah kata pun, aku berharap agar aku bisa sampai tepat
waktu.
***
Sesampainya di sebuah kantor, aku
dan Aldi menghampiri meja recepcionist,
dan menanyakan keberadaan Ibu Ani.
“Maaf, Ibu Ani baru saja meniggalkan
kantor,” ucapnya.
Kecewa, itulah yang aku rasakan
ketika aku mengetahui bahwa Ibu Ani sudah pergi meninggalkan kantor. Aku
tertunduk sedih, begitupula dengan Aldi yang merasa bersalah karena
keterlambatannya datang sehingga kami tidak bisa sampai tepat waktu.
“Oh ya, apa boleh kami menitipkan
proposal ini pada Ibu Ani?” tanya Aldi.
Syukurlah recepcionist itu mengizinkan kami untuk menitipkan proposal.
Harapan baru pun sedikit datang.
Recepcionist itu terlihat sibuk menulis sambil sesekali mengangkat telepon
masuk.
“Mbak, saya letakan di sini ya Mbak,
terima kasih,” Kata Aldi sambil menggeser proposal lebih dekat lagi ke arah recepcionist yang sedang sibuk itu.
***
Saat aku bersama teman-temanku yang
sedang sibuk menyiapkan pementasan. Tiba-tiba Handphone-ku berdering.
“Walaikumsalam,
maaf dengan siapa?” tanyaku.
Aku terkejut saat aku mendapat kabar
dari sekertaris Ibu Ani, bahwa Ibu Ani masuk ke rumah sakit. Tidak cukup dengan
pernyataan itu, aku juga kembali terkejut sekaligus tidak tahu apa yang harus
aku katakan kepada semua teman-temanku, bahwa Ibu Ani tidak bisa menjadi sponsor dikarenakan kondisinya saat ini.
Aku kira semuanya akan berjalan lancar setelah satu hari yang lalu Ibu Ani
menyatakan kesediaannya untuk menjadi sponsor pementasan kami, tapi kenyataan
berkata lain, aku hanya bisa pasrah dan berdoa semoga Ibu Ani bisa sembuh dari
penyakitnya dan berharap akan ada jalan lain untuk menghadapi ini semua.
Dengan terpaksa aku mengatakan hal
ini kepada semua teman-temanku. Kekecewaan terlihat pada mereka saat aku
mengatakan hal ini. Aku sendiri juga merasa kecewa, karena sebagai ketua
pelaksana aku tidak bisa menjalankan tugasku dengan baik. Beberapa orang justru
mencaciku dengan kata-kata yang tidak enak didengar.
“Dari awal sebaiknya kita memang
tidak usah mengadakan acara ini, pihak sekolah saja tidak sepenuhnya mendukung
kegiatan ini. Wajar saja pihak luar banyak yang menolak proposal yang
diajukan,” ucap salah satu temanku.
Sepertinya apa yang diucapkannya
memang ada benarnya, wajar saja pihak sekolah tidak terlalu mendukung, karena
ekstrakulikuler ini baru berjalan dua tahun belakangan ini dan belum banyak
peminatnya. Selain itu, aku mengerti dengan keluhan yang disampaikan salah satu
temanku, aku hanya menganggap itu hanya ucapan sesaat karena dalam keadaan
emosi. Beberapa temanku yang lain mengusulkan mengumpulkan uang dari
masing-masing anggota demi kelangsungan pementasan ini.
Setelah kami mengumpulkan uang dan
menghitungnya, uang yang kami kumpulkan masih belum cukup. Sejenak aku menghela
nafas dan duduk di samping Aldi. Melihat Aldi sedang bermain laptop, kemudian
aku meminjamnya. Di saat merasa sedih, seperti biasa aku meluangkan sedikit
waktu untuk menuangkan keluh kesahku di blog.
Aku menuangkan segala kejadian yang sedang terjadi belakangan ini. Dalam
kepasrahan aku tidak bisa berbuat banyak.
***
Dua hari menjelang pementasan, kami
berkumpul bersama, dan semakin sibuk mempersiapkan pementasan walaupun dengan seadannya. Handphone-ku
yang berada di tas kembali berbunyi dan aku malas untuk mengangkatnya. Aldi
kemudian menyuruhku untuk mengangkat telepon tersebut, namun aku menolaknya dan
justru meminta tolong kepada Aldi untuk mengangkat telepon tersebut. Aldi
tersontak gembira dan membuat kami semua yang sedang sibuk, berhenti dengan
aktivitas yang kami lakukan dan menoleh ke arah Aldi. Kemudian Aldi menyerahkan
Handphone tersebut kepadaku.
***
Lagu tersebut mengakhiri pementasan
drama ini dan semua cerita panjang dan sulit yang terjadi sebelum pementasan. Pementasan
drama dapat berjalan dengan lancar dan mendapat sambutan yang baik dari semua
orang yang hadir menyaksikan acara kami. Tulisan yang aku muat di blog dan beberapa potongan naskah drama
yang aku posting tidak sengaja
dilihat oleh seseorang yang sekarang menjadi
sponsor acara ini. Aku berharap dengan adanya acara ini aku bisa memajukan
ekstrakulikuler ini dan aku juga bersyukur karena semua ini berkat karunia-Mu
karena aku percaya disetiap kesulitan selalu ada jalan lain untuk mendapatkan
kemudahan.
No comments:
Post a Comment